Rumah Sakit Royal Surabaya terletak di Jl. Rungkut Industri I/1 dan berada di bawah naungan PT. Prima Karya Husada. Rumah Sakit Royal surabaya senantiasa bekerja keras untuk menjadi pilihan pertama bagi individu yang membutuhkan pelayanan kesehatan, sumber daya manusia yang tulus memberikan sumbangsih di bidang kesehatan, didukung shareholders yang peduli terhadap sesama lingkungan
AniesBaswedan ubah rumah sakit jadi rumah sehat. Kamis, 4 Agustus 2022 14:34 WIB. Pengendara sepeda motor melintas di depan Rumah Sehat Untuk Jakarta Tarakan, Cideng, Jakarta, Kamis (4/8/2022). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengganti istilah Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) menjadi Rumah Sehat Untuk Jakarta dan akan menerapkan pada 31 rumah
Perawat IGD menghubungi rumah sakit yang akan dirujuk. Dokter jaga IGD memberikan informasi pada dokter jaga rumah sakit rujukan mengenai keadaan umum pasein ( SPO – IGD – 020 ) Bila tempat telah tersedia di rumah sakit rujukan, perawat IGD menghubungi RS Sumber Sejahtera / ambulan 118 sesuai kondisi pasien.
di rumah sakit memiliki kategori baik, maka pasien tersebut akan merasa puas (Fadilah & Yusianto, 2019). Penelitian mengenai hubungan pelayanan keperawatan dengan kepuasan pasien BPJS rawat inap di Rumah Sakit Umum Herna Medan menyatakan mengenai pelayanan keperawatan 28 dari 60 responden merasa kurang (46,7%)
Vay Tiền Nhanh Chỉ Cần Cmnd Nợ Xấu. Ruang tunggu pada sebuah rumah sakit ataupun klinik, sebaiknya dibuat dengan kesan yang nyaman. Sehingga, pasien bisa lebih betah dan tak jenuh saat harus menunggu. Hal tersebut dapat diciptakan lewat padupadan warna. Ya, dengan aplikasi warna yang tepat, ruang tunggu rumah sakit tak lagi terlihat monoton dan membosankan. Karena itu, terapkan warna-warna yang pas yang mampu memberi sentuhan yang membuat nyaman. Paduan warna yang bisa dipilih untuk mendesain ruang tunggu rumah sakit misalnya yaitu warna biru. Lewat balutan warna biru, maka ruang tunggu akan tampil teduh yang memberi nuansa sejuk. Suasana tersebut akan membuat orang menjadi lebih rileks. Dengan begitu, saat menunggu tak lagi menjadi hal yang membosankan. Warna biru dapat dijadikan warna utama pada ruang tunggu yang diaplikasikan hampir di seluruh elemen ruangan. Pilihlah warna biru tua supaya suasana teduh kuat terasa yang nantinya mampu menenangkan pikiran. Kombinasikan warna ini dengan warna coklat untuk kesan yang lebih nyaman serta seimbang. Warna biru tua dapat diterapkan pada seluruh sisi dinding sebagai warna utama yang dominan. Warna senada juga berlaku untuk kursi-kursi. Selanjutnya, buat kesan yang nyaman dengan memadukan warna coklat yaitu pada bagian lantai serta meja, pintu, dan bingkai lukisan. Hmmm…ruang tunggu rumah sakit atau klinik pun tampil nyaman dan memberi nuansa segar yang meredam rasa bosan.
ArticlePDF Available AbstractThe waiting room is a place where activity actors with various physical and mental conditions gather in one room. The psychological pressure with the burden of thoughts on patients, who are generally close relatives, causes their physical condition to decline. Therefore, the health of this waiting room absolutely must be maintained in order to support the health of the patient in order to stay healthy and hygienic while waiting for the patient. Klungkung General Hospital is the largest hospital in the eastern Bali region. Its services cover the Klungkung, Karangasem and Bangli areas. This study was aimed at assessing the comfort of movement and visuals of patient waiters in the ICU in terms of architecture and lighting in supporting user health and comparing with pictures and related literature. The purpose of this study was to evaluate the motion and visual comfort of the building with related standards to support user health. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. VASTUWIDYA Vol. 3, Agustus 2020 – Januari 2021 P-ISSN 2620-3448 E-ISSN 2723-5548 KENYAMANAN GERAK DAN VISUAL PENGUNJUNG DI RUANG TUNGGU ICU RUMAH SAKIT KLUNGKUNG I Made Juniastra Program Study Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Mahendradatta Jl. Ken Arok No. 12 Peguyangan, Denpasar, Bali 80115 Email juniastra Abstrak – Ruang tunggu adalah tempat dimana para pelaku aktivitas dengan berbagai kondisi fisik dan mental yang beragam berkumpul dalam satu ruangan. Tekanan psikis dengan beban pikiran terhadap pasien yang umumnya adalah orang /kerabat dekat menyebabkan kondisi fisik ikut menurun. Oleh karena itu kesehatan ruang tunggu ini mutlak harus terjaga agar bisa menunjang kesehatan penunggu pasien agar tetap sehat dan higienis selama menunggu pasien. Rumah Sakit Umum Klungkung adalah rumah sakit terbesar di wilayah Bali timur. Pelayanannya mencakup wilayah Klungkung, Karangasem dan juga Bangli. Penelitian ini diarahkan untuk mengkaji kenyamanan gerak dan visual penunggu pasien di ruang ICU dari segi arsitektur dan pencahayaannya dalam mendukung kesehatan pengguna dan mengkomparasi dengan gambar serta literatur terkait. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kenyamanan gerak dan visual bangunan dengan standar-standar terkait untuk menunjang kesehatan pengguna. Kata kunci Kenyamanan Gerak Dan Visual; Ruang Tunggu ICU; Rumah Sakit Klungkung Abtract - The waiting room is a place where activity actors with various physical and mental conditions gather in one room. The psychological pressure with the burden of thoughts on patients, who are generally close relatives, causes their physical condition to decline. Therefore, the health of this waiting room absolutely must be maintained in order to support the health of the patient in order to stay healthy and hygienic while waiting for the patient. Klungkung General Hospital is the largest hospital in the eastern Bali region. Its services cover the Klungkung, Karangasem and Bangli areas. This study was aimed at assessing the comfort of movement and visuals of patient waiters in the ICU in terms of architecture and lighting in supporting user health and comparing with pictures and related literature. The purpose of this study was to evaluate the motion and visual comfort of the building with related standards to support user health. Keywords Motion and Visual Comfort; ICU Waiting Room; Klungkung Hospital PENDAHULUAN Ruang ICU dapat diartikan sebagai ruangan di rumah sakit yang digunakan untuk perawatan intensif bagi pasien dengan kondisi yang sudah gawat. ICU sendiri adalah singkatan dari Intensive Care Unit. Ruangan ini dilengkapi dengan peralatan-peralatan khusus yang tidak terdapat di kamar perawatan biasa. Alat-alat tersebutlah yang digunakan untuk menunjang fungsi organ yang rusak pada pasien, agar bisa bertahan yang berlaku di ruang ICU pun berbeda dari kamar rumah sakit biasa. Misalnya saja, keluarga atau orang lain tidak bisa dengan mudah masuk menjenguk pasien yang sedang dirawat di dalamnya. Di ruang ICU, pasien-pasien dengan kondisi di atas akan dirawat oleh tim yang terdiri dari dokter, perawat, dan dokter spesialis yang memang terlatih khusus untuk menghadapi situasi orang perawat biasanya bertugas untuk merawat maksimal dua pasien. Kondisi ini berbeda dari layanan rawat inap biasa di rumah sakit, yang memungkinkan seorang perawat merawat lebih dari dua pasien. Selain itu, pasien juga akan dipasangi berbagai peralatan penunjang agar organ vital VASTUWIDYA Vol. 3, Agustus 2020 – Januari 2021 P-ISSN 2620-3448 E-ISSN 2723-5548 di tubuh masih tetap bisa bekerja. METODE PENELITIAN Metode pertama adalah dengan observasi langsung dengan datang dan melihat sebagai melihat, mengamati, mendengarkan, dan memperhatikan secara langsung, kemudian hasil pengamatan direkam dalam bentuk catatan atau dengan alat bantu lainnya. Metode kedua adalah study gambar objek penelitian. Study gambar perencanaan sangat diperlukan agar bisa dipahami luasan ruang pelayanan dan juga area tunggu. Karena gambar rencana ini adalah dimensi real dari objek penelitian. TINJAUAN PUSTAKA Ruang Tunggu Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI, pengertian ruang tunggu adalah ruang atau tempat yang diperuntukan untuk menunggu atau ruang yang disediakan khusus bagi pengunjung untuk menunggu. Ruangan ini utamanya terdiri dari jajaran kursi yang ditata rapi disesuaikan dengan kapasitas pengunjung. Selain itu, ruang tunggu juga dilengkapi dengan beberapa fasilitas pendukung dengan penataan yang sedemikian rupa guna memberikan kenyamanan bagi pengguna ruang tersebut. Ruang tunggu di rumah sakit salah satunya ada di ICU untuk menunggu pasien dalam perawatan khusus yang menyangkut kegawat daruratan. Perawatan di ruang ICU bisa berlangsung selama beberapa hari atau bahkan hingga tahunan. Semua itu tergantung dari kondisi pasien. Saat mulai pulih, pasien bisa dipindahkan ke ruang rawat inap biasa selama beberapa waktu sebelum akhirnya diperbolehkan untuk pulang. Elemen Perencanaan Ruang Tunggu Rumah Sakit Bagi pihak rumah sakit, hal yang harus dipenuhi tidak hanya memastikan rumah sakit memiliki ruang tunggu saja. Menurut aturan Kementerian Kesehatan RI, ada beberapa persyaratan ruang tunggu rumah sakit yang harus dipenuhi, seperti Ruang tunggu harus tersedia dengan kapasitas memadai; Luas ruang tunggu sesuai dengan kapasitas pelayanan perhitungan 1-1,5 m2 per orang; Pertukaran udara alami atau mekanik dalam ruangan harus baik; Total pertukaran udara sedikitnya 6 kali per jam; Ruang tunggu harus terkena pencahayaan alami; Penataan jalur sirkulasi bagi pengunjung/pasien yang jelas untuk menuju ke front desk, lift, dan fasilitas rawat jalan lainya. Apabila memungkinkan dibuat jalur pasien infeksi dan pasien non-infeksi yang terpisah untuk mengurangi resiko penularan penyakit; Adanya fungsi tambahan yang mendukung kegiatan pengunjung di ruang tunggu, yaitu toilet, tempat penitipan barang, operator telepon, telepon umum, serta meja perawat yang dapat dihubungkan dengan ruangan lain. Harus menyediakan alat atau fasilitas disinfektan tangan. Selain beberapa syarat di atas, ruang tunggu rumah sakit untuk pasien tidak menular dengan pasien menular harus dipisah. Utamanya, bagi pasien anak-anak dan juga kebidanan harus memiliki ruang tunggu khusus yang tunggu rumah sakit juga harus tersedia di setiap bagian yang berbeda-beda. Tak hanya untuk poli pemeriksaan saja, tapi juga ruangan lain seperti radiodiagnostik, rehabilitasi medik, atau ruang penerimaan di bagian depan rumah dan luas ruang tunggu rumah sakit harus memadai sesuai dengan kebutuhan pelayanan. Jangan sampai ruang tunggu tidak bisa menampung jumlah pasien sehingga pasien harus menunggu di area yang tidak seharusnya. Aturan menjenguk pasien di ruang ICU Karena pasien yang dirawat di ICU kondisinya rentan, maka tidak sembarang orang bisa menjenguk. Biasanya, kunjungan dibatasi hanya untuk keluarga kandung. Selain itu, ada VASTUWIDYA Vol. 3, Agustus 2020 – Januari 2021 P-ISSN 2620-3448 E-ISSN 2723-5548 beberapa aturan yang umumnya diberlakukan di ruang ICU, seperti Harus mencuci tangan sebelum dan sesudah masuk ruang ICU untuk mencegah penyebaran infeksi; Dilarang menyalakan telepon genggam karena bisa mengganggu kerja alat penunjang medis; Dilarang membawa barang saat menjenguk, seperti bunga atau boneka. Beberapa barang masih bisa dibawa, tapi sebelumnya harus konfirmasi dengan petugas jaga ICU. Pada beberapa kondisi, orang yang menjenguk masih boleh menyentuh pasien sambil mengajaknya bicara. Untuk pasien-pasien tertentu, mendengar suara orang terdekatnya bisa membantu di masa pemulihan. Syarat-syarat Ruang Tunggu Rumah Sakit Menurut Neufert 2000, syarat-syarat ruang tunggu rumah sakit antara lain sebagai berikut Meja sebagai tempat informasi, administrasi, dan kasir dengan ukuran panjang 180 cm dan tinggi maksimal 120 cm untuk orang normal, sedangkan tinggi maksimal untuk penyandang disabilitas adalah 86 cm. Gambar 1. Standar ukuran meja counter Sumber Neufert P., 2019 Area antri yang harus disediakan dengan kapasitas yang cukup di depan front desk sebagai tempat antri berdiri bagi pengunjung. Namun saat ini sudah banyak rumah sakit yang meminimalisir jumlah antrian berdiri karena mengingat sebagian besar pengunjung adalah pasien dengan kondisi fisik yang lemah. Sebagai penggantinya rumah sakit menyediakan nomor antrian. Meskipun begitu ruang antri harus tetap disediakan, hanya saja dengan dimensi yang tidak terlalu luas. Gambar 2. Standar ukuran untuk antrian Sumber Neufert P., 2019 Tempat penyimpanan barang. Agar terlihat rapi dan tidak berantakan, rumah sakit perlu menyediakan area locker untuk menyimpan data-data atau rekam medik pasien. Sebaiknya locker penyimpanan diletakkan berdekatan dengan petugas pendaftaran. Telepon umum merupakan alat komunikasi yang sangat penting dan harus disediakan rumah sakit yang diletakkan berdekatan dengan admin atau operator yang dekat dengan front desk. Papan informasi atau papan petunjuk arah yang diletakkan di tempat strategis untuk memudahkan pengunjung mencari area Instalasi Rawat Jalan yang dituju. Sebaiknya papan petunjuk arah diletakkan dekat dengan pintu masuk. Perabot. Image ruang tunggu sebuah Instalasi Rawat Jalan pada rumah sakit dapat dibentuk melalui pemilihan dan tata letak perabot berdasarkan fungsi ruangnya. Standar Ukuran Peralatan Medis di Ruang Tunggu Rumah Sakit Kereta dorong pasien stretcher, berperan penting sebagai alat bantu gerak bagi pasien yang berfungsi membantu mempermudah ruang gerak pasien untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain dengan bantuan orang lain untuk mendorong. Gambar 4. Standar ukuran kereta dorong Sumber Neufert P., 2019 VASTUWIDYA Vol. 3, Agustus 2020 – Januari 2021 P-ISSN 2620-3448 E-ISSN 2723-5548 Lorong adalah jalan kecil atau jalan sempit yang menghubungkan antar gedung atau ruang satu dengan ruang lainnya. Lorong atau disebut juga dengan koridor hanya dikhususkan untuk pejalan kaki. Gambar 5. Standar ukuran lorong rumah sakit. Sumber Neufert, 2019 Pintu merupakan akses utama untuk keluar dan masuk pengguna ruang. Untuk bangunan dengan fungsi khusus ICU, sebaiknya memiliki dua pintu dengan bukaan lebar sebagai akses untuk sirkulasi masuk dan keluar pengunjung secara terpisah untuk memperlancar sirkulasi pengunjung. Gambar 6. Macam-macam pintu. Sumber Neufert P., 2019 Jendela yang berkaitan dengan penghawaan merupakan salah satu faktor yang menjadi tolak ukur kenyamanan ruang. Semakin baik sirkulasi udara, semakin baik pula kualitas ruang. Pada ruang tunggu rumah sakit, pasien, pengunjung, dan karyawan berada pada satu ruang dalam waktu yang cukup lama. Semakin banyak antrian, semakin meningkat pula jumlah penggguna ruang. Akibatnya, ruang menjadi terasa penuh dan sumpek jika tidak memiliki sirkulasi udara yng baik. Pada kondisi ini, ventilasi udara menjadi sangat penting yang secara langsung berkorelasi dengan keberadaan elemen jendela pada ruang. Gambar 7. Jenis-jenis jendela Sumber Neufert P., 2019 Warna merupakan kekuatan yang dapat mempengaruhi manusia dengan menyebabkan timbulnya suatu perasaan sehat ataupun lesu. Pengaruh warna terhadap manusia terjadi secara tidak langsung, tetapi melalui pengaruh psikologis pengguna ruang itu sendiri. Warna hangat memiliki pengaruh aktif dalam merangsang kejiwaan seseorang, sedangkan warna dingin lebih bersifat pasif dan menenangkan bagi pengguna ruang. Namun perlu diperhatikan besar kecilnya pengaruh warna terhadap pengguna ruang juga didukung oleh pencahayaan pada ruang tersebut. Gambar 8. Elemen warna pada ruang Sumber Neufert P., 2019 TINJAUAN OBJEK PENELITIAN Rumah sakit umum klungkung adalah rumah sakit terbesar di wilayah Bali timur. Pelayanannya mencakup wilayah Klungkung, VASTUWIDYA Vol. 3, Agustus 2020 – Januari 2021 P-ISSN 2620-3448 E-ISSN 2723-5548 Karangasem dan juga Bangli. Pasien yang dilayani yaitu outpatient pasien rawat jalan /poliklinik dan inpatient pasien rawat inap. Kegiatan medis untuk menunjang agar rumah sakit bisa beroperasi secara optimal bisa dibagi menjadi dua, yaitu 1 Kegiatan utama yang merupakan kegiatan operasional rumah sakit baik medis dan paramedis; dan 2 Kegiatan penunjang yang merupakan kegiatan administrasi /direksi rumah sakit dan rumah tangga. Gambar 8. Gedung IGD dan ICU RS Klungkung Sumber Dokumentasi Pribadi., 2020 Gambar 8. Denah Lantai 1 Pelayanan IGD Gambar 8. Denah Lantai 2 Pelayanan ICU Sumber Dokumen Perencanaan, 2015 Sumber Dokumen Perencanaan, 2015 HASIL DAN PEMBAHASAN Kenyamanan Gerak Fokus pada area pelayanan ICU RS Klungkung, terdapat beberapa permasalahan terkait kapasitas dan kenyamanan pengguna ruang. Berdasarkan hasil observasi pada Tabel 1, dapat ditemukan beberapa aspek yang tidak memenuhi standar. Ruang tunggu diantaranya ukuran ruang, penempatan tempat duduk, dan pencahayaan alami yang masih kurang memadai. VASTUWIDYA Vol. 3, Agustus 2020 – Januari 2021 P-ISSN 2620-3448 E-ISSN 2723-5548 Tabel 1 Hasil Observasi Kenyamanan Gerak Jarak antara kursi depan dengan belakang minimal 60cm. Jarak antar Kursi depan dengan Belakang hanya 40 cm tidak sesuai dengan standar. perhitungan 1-1,5 m2 per orang Satu pasien dihitung rata-rata 2 orang penunggu. Sehingga luasan ruang kurang memadai. Standar lebar pintu 120 cm Lebar pintu 150cm dengan dua buah pintu masuk. sudah sesuai standar Lebar minimal sirkulasi 225 cm Lebar jalur sirkulasi 200 cm. Cukup Untuk bersimpangan, namun terlalu sempit. Dan dipotong penempatan kursi yang sering dipindahkan posisinya. Kenyamanan Visual Ukuran kenyamanan suatu ruang tidak hanya ditentukan oleh kenyamanan gerak saja, tetapi juga ditentukan oleh kenyamanan visual. Tabel berikut memperlihatkan hasil observasi kenyamanan visual di ruang tunggu ICU RS Klungkung. VASTUWIDYA Vol. 3, Agustus 2020 – Januari 2021 P-ISSN 2620-3448 E-ISSN 2723-5548 Tabel 2 Hasil Observasi Kenyamanan Visual Pencahayaan alami melalui jendela di samping yang sudah cukup luas. Tetapi di samping ruang tunggu ICU adalah gedung lain, sehingga cahaya matahari terhalang. Ornamen menarik diberikan pada dinding tertentu agar tidak monoton dan menjadi point of interest. Pada dinding baik yang berhubungan dengan sisi luar ataupun dalam hampir sebagian besar diisi dengan jendela pencahayaan, Warna terang memberikan kesan luas terhadap ruang. Warna putih terang digunakan untuk seluruh dinding dan plafon. KESIMPULAN DAN SARAN Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam menunjang kenyamanan pada ruang tunggu ICU adalah ukuran ruang, penataan kursi tunggu; jumlah bukaan; dan pemilihan warna cat tembok, plafon, dan lantai. Semakin baik pemenuhan faktor-faktor tersebut akan menyebabkan semakin baik kenyamanan gerak dan visual di ruang tersebut. Jumlah pasien mutlak harus menjadi pertimbangan dalam merancang ukuran dan luasan ruang karena terkait satu sama lainnya. Kekurangan space ruang tunggu bisa disiasati dengan perencanaan gedung di sebelahnya agar bisa terpadu untuk perluasan ruang tunggu ICU. Kenyamanan gerak dan visual belum sepenuhnya bisa terpenuhi di ruang tunggu pasien ICU Rumah Sakit klungkung. Beberapa fasilitas sudah tersedia sesuai dengan standar Neufert, akan tetapi masih kurang jumlahnya, hal ini dikarenakan ukuran ruang yang kurang luas dan kapasitas pengguna yang tidak sesuai sehingga tidak bisa dilakukan penempatan fasilitas yang sesuai standar. Pada saat inilah tingkat kejenuhan sangat tinggi. Ada beberapa point di dalam ruang tunggu ini yang dapat meminimalisir kejenuhan, yaitu adanya pencahayaan alami dan sirkulasi udara alami pada sisi ruang. Sementara itu pada sisi yang lain hanya menggunakan pencahayaan buatan. Pencahayaan alami yang menjadikan ruang lebih terang dipersepsikan oleh pengunjung sebagai pembentuk kenyamanan dan dapat mengurangi kejenuhan. Oleh sebab itu perlu adanya perbaikan di ruang tunggu ICU Rumah Sakit Umum Klungkung yang meliputi kapasitas, fasilitas, sirkulasi, dan interior. DAFTAR PUSTAKA Juniastra I Made. 2019. Jurnal Ilmiah Perancangan Gedung Laboratorium VASTUWIDYA Vol. 3, Agustus 2020 – Januari 2021 P-ISSN 2620-3448 E-ISSN 2723-5548 Sebagai Bagian Terintegrasi Rumah Sakit. Nifida Alsya Khairunnisa dkk. 2020. Jurnal Ilmiah Kenyamanan Visual Dan Gerak Pengunjung Di Ruang Tunggu Rumah Sakit Studi Kasus Gedung Rawat Jalan Rs. Orthopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta. Nazir, M. 2003. Metode Penelitian. Jakarta Ghalia Indonesia. Neufert, Ernst. 2000. Data Arsitek. Jakarta Erlangga. Neufert, Peter. 2019. Data Arsitek. Jakarta Erlangga. Peraturan Menteri Kesehatan Permenkes Republik Indonesia No. 56 Tahun 2014 Tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit. Peraturan Menteri Kesehatan Permenkes Republik Indonesia No. 24 Tahun 2016 Tentang Persyaratan Teknis Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum PermenPU Tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan. Mukhamad Risa Diki PratamaMuhammad Sega Sufia PurnamaDian NugrahaDi masa pandemi Covid-19 ini, berkumpulnya manusia di dalam sebuah ruangan meningkatkan resiko tertular lebih tinggi. Pandemi membuat pemerintah mengeluarkan protokol kesehatan yang mempunyai efek terhadap penataan tempat duduk. Di sisi lain, suasana sebuah ruang tunggu juga perlu dibangun agar pengunjung tetap merasa nyaman secara termal maupun visual. Berdasarkan permasalahan yang ada, kami menggunakan metode pragmatis dalam perancangan ruang tunggu rumah sakit tipe D. Pemanfaatan pencahayaan alami dilakukan dengan membuka kedua sisi bidang dinding, Peneduh akan mengontrol masuknya sinar matahari. Peletakan kursi diletakan memanjang agar pasien merasa nyaman dengan aliran udara yang lewat di sepanjang ruang tunggu. Kesimpulannya kenyamanan sebuah ruang tidak hanya didapatkan dari segi visual, tetapi bisa datang dari penghawaan dan pencahayaan. Faktor penentu kenyamanan tersebut adalah ukuran ventilasi, tata letak furnitur, bentuk dari ruangan, dan adanya Penelitian. Jakarta Ghalia IndonesiaM NazirNazir, M. 2003. Metode Penelitian. Jakarta Ghalia Arsitek. Jakarta ErlanggaPeter NeufertNeufert, Peter. 2019. Data Arsitek. Jakarta Republik Indonesia No. 24 TahunPeraturan Menteri KesehatanPeraturan Menteri Kesehatan Permenkes Republik Indonesia No. 24 Tahun 2016 Tentang Persyaratan Teknis Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum PermenPU
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Kanada, negara berpenduduk 36 juta ini terdiri dari sepuluh provinsi dan tiga wilayah terirori. Sejak tahun 1961, pelayanan kesehatan di Kanada terlaksana dengan sistem Medicare, yaitu jaminan kesehatan yang dikelola oleh masing-masing propinsi dan saja yang bisa mendapatkan Medicare?Setiap warga negara citizen Kanada berhak mendapatkan Medicare. Penduduk yang memiliki ijin tinggal permanent permanent resident ataupun yang memiliki ijin kerja work permit holder harus mengajukan permohonan untuk mendapatkan Medicare di propinsi atau wilayah tempat tinggalnya. Waktu tunggu untuk mendapatkan kartu Medicare tidak melebihi tiga bulan. Selama waktu tunggu ini, kita dianjurkan memiliki asuransi kesehatan swasta private health insurance untuk mengantisipasi kebutuhan pelayanan kesehatan darurat. Setelah mendapatkan kartu Medicare, kartu harus dibawa setiap kali mengunjungi dokter atau pemberi pelayanan kesehatan lainnya. Kartu Medicare ini berisi nomor identifikasi yang digunakan untuk mengakses informasi medis pemiliknya. Pelayanan apa saja yang dicakup Medicare? Dengan Medicare, setiap warga yang memenuhi syarat berhak mendapatkan pelayanan yang sifatnya preventif dan kuratif dari dokter pelayanan primer dokter umum atau general practitioner maupun dokter spesialis. Prosedur diagnostik, bedah, radiologi, anestesi, dan terapi psikiatris umumnya tercakup Medicare. Pelayanan preventif di antaranya vaksinasi wajib anak-anak dan remaja, vaksinasi flu, skrining kanker pap smear, mamografi, dll.Pelayanan dapat diberikan di klinik swasta, pusat pelayanan kesehatan masyarakat local community servicecentres,pusat perawatan jangka panjang longterm care centres,pusat rehabilitasi rehabilitation centres,serta di rumah pasien home care, walaupun pada umumnya yang ditanggung oleh Medicare adalah yang diberikan di rumah sakit. Cakupan pelayanan kesehatan yang diberikan sifatnya universal, artinya semua yang memenuhi syarat untuk mendapatkan Medicare berhak menerima pelayanan yang sama, terlepas dari riwayat kesehatan ataupun tingkat pendapatan Kesehatan SwastaSaya katakan BPJS lebih “sakti” dibandingkan Medicare karena ada banyak layanan kesehatan yang tidak tercakup Medicare, di antaranya obat-obatan, perawatan gigi, pemeriksaan optik, kacamata lensa korektif, dan layanan kosmetik. Ya, Kanada adalah satu-satunya negara yang tidak mencakup biaya obat-obatan dalam jaminan kesehatannya. Inilah alasan utama perlunya membeli asuransi kesehatan swasta, yaitu untuk melengkapi cakupan kesehatan medicare. Asuransi kesehatan swasta umumnya menanggung 80% biaya yang dikeluarkan. Bagi pekerja, umumnya asuransi kesehatan swasta merupakan bagian dari insentif yang diberikan oleh perusahaan. Pemberi Provider Pelayanan KesehatanBerdasarkan statistik bulan januari 2016, saat ini terdapat sekitar 80 ribu dokter di Kanada; 52% adalah dokter umum dan 48% dokter spesialis. Dengan demikian, terdapat satu dokter umum dan satu dokter spesialis per penduduk rasio 1 Dokter umum menjadi lini terdepan pelayanan kesehatan di Kanada. Mereka memberikan pelayanan medis kuratif dan preventif. Seorang pasien bisa mendapatkan layanan spesialis dengan rujukan dari dokter umum bila diperlukan. Rumah sakit menangani kasus-kasus rujukan dari dokter, serta memberikan layanan darurat emergency. Setiap orang yang memiliki Medicare dianjurkan untuk mendaftarkan diri untuk mendapatkan dokter keluarga family doctoragar mendapatkan pelayanan kesehatan yang komprehensif. Tetapi pada kenyataannya waktu tunggu untuk mendapatkan seorang dokter keluarga bisa berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Memiliki dokter keluarga pun tidak menjamin kita bisa mendapatkan pelayan kesehatan yang cepat saat diperlukan same-dayor next-day service. Oleh karena itu, sebagai alternatif kita bisa mendatangi dokter umum di klinik tanpa perjanjian walk-in clinic physicianyang bisa ditemui setiap saat. 1 2 3 Lihat Healthy Selengkapnya
The quality of health services is still not optimal, especially in terms of patient dissatisfaction with drug services at pharmacies. A more efficient system can be built only if the waiting time evaluation has been carried out at pharmacies that provide drug prescriptions for patients. This study aims to evaluate the waiting time for prescription services at pharmacies to achieve patient satisfaction with drug services at pharmacies. In this study, Angkasa Farma's pharmacy became the subject of evaluation. The study was conducted with an observational design using descriptive analysis. The waiting time data obtained were then analyzed descriptively and compared with the minimum service standard of waiting time, this is for two types of drugs prepared drugs and compound drugs. The results of the study based on a sample of 100 recipes and 100 non-concoction recipes are the number of recipes that meet the standards for prescription recipes as many as 37 recipes and for non-concoction recipes as many as 95 recipes. The average waiting time for concoction recipe services is minutes and the average waiting time for non-concoction prescription services is minutes. The average waiting time for non-concoction prescription services has met the standard, while the waiting time for blended prescription services has not met the standards according to the Regulation of the Minister of Health of the Republic of Indonesia. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Bioscientist Jurnal Ilmiah Biologi E-ISSN 2654-4571; P-ISSN 2338-5006 Vol. 9, No. 2, December 2021; Page, 659-665 659 EVALUASI WAKTU TUNGGU PELAYANAN RESEP OBAT RACIKAN DAN NON RACIKAN PADA PASIEN RAWAT JALAN DI APOTEK Depi Yuliana1*, Faizul Bayani2, Dedent Eka Bimmaharyanto3, Lelie Amalia Tusshaleha4, Syamsul Rahmat5, Meilynda Pomeistia6, dan Recta Olivia Umboro7 1,2,3,4,5,&6Program Studi Farmasi, Fakultas Kesehatan, Universitas Qamarul Huda Badaruddin, Indonesia 7Program Studi Farmasi, Fakultas Kesehatan, Universitas Bumigora, Indonesia *E-Mail depiyuliana DOI Submit 10-11-2021; Revised 22-11-2021; Accepted 14-12-2021; Published 30-12-2021 ABSTRAK Kualitas layanan kesehatan masih belum optimal, terutama dalam hal ketidakpuasan pasien pada layanan obat di apotek. Sistem yang lebih efisien dapat dibangun hanya jika telah dilakukan evaluasi waktu tunggu pada apotek-apotek yang menyediakan resep obat bagi pasien. Studi ini bertujuan mengevaluasi waktu tunggu pelayanan resep di apotek untuk mencapai kepuasan pasien terhadap pelayanan obat di apotek. Dalam studi ini, apotek Angkasa Farma menjadi subjek evaluasi. Penelitian dilakukan dengan desain observasional menggunakan analisis deskriptif. Data lama waktu tunggu yang diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif dan dibandingkan dengan standar pelayanan minimal waktu tunggu, ini untuk dua jenis obat obat jadi dan obat racikan. Hasil studi berdasarkan jumlah sampel 100 resep racikan dan 100 resep non racikan adalah jumlah resep yang memenuhi standar untuk resep racikan sebanyak 37 resep dan untuk resep non racikan sebanyak 95 resep. Rata-rata waktu tunggu pelayanan resep racikan adalah 41,47 menit dan rata-rata waktu tunggu pelayanan resep non racikan adalah 21,29 menit. Rata-rata waktu tunggu pelayanan resep non racikan sudah memenuhi standar, sedangkan waktu tunggu pelayanan resep racikan belum memenuhi standar menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Kata Kunci Waktu Tunggu, Pelayanan Resep Pasien, Apotek. ABSTRACT The quality of health services is still not optimal, especially in terms of patient dissatisfaction with drug services at pharmacies. A more efficient system can be built only if the waiting time evaluation has been carried out at pharmacies that provide drug prescriptions for patients. This study aims to evaluate the waiting time for prescription services at pharmacies to achieve patient satisfaction with drug services at pharmacies. In this study, Angkasa Farma's pharmacy became the subject of evaluation. The study was conducted with an observational design using descriptive analysis. The waiting time data obtained were then analyzed descriptively and compared with the minimum service standard of waiting time, this is for two types of drugs prepared drugs and compound drugs. The results of the study based on a sample of 100 recipes and 100 non-concoction recipes are the number of recipes that meet the standards for prescription recipes as many as 37 recipes and for non-concoction recipes as many as 95 recipes. The average waiting time for concoction recipe services is minutes and the average waiting time for non-concoction prescription services is minutes. The average waiting time for non-concoction prescription services has met the standard, while the waiting time for blended prescription services has not met the standards according to the Regulation of the Minister of Health of the Republic of Indonesia. Keywords Waiting Time, Patient Prescription Services, Pharmacies. Bioscientist Jurnal Ilmiah Biologi is Licensed Under a CC BY-SA Creative Commons Attribution-ShareAlike International License. Bioscientist Jurnal Ilmiah Biologi E-ISSN 2654-4571; P-ISSN 2338-5006 Vol. 9, No. 2, December 2021; Page, 659-665 660 PENDAHULUAN Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh Apoteker. Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. Di satu sisi, peningkatan kualitas layanan kesehatan telah menjadi perhatian besar bagi akademisi, profesional, dan praktisi layanan kesehatan. Banyak studi literatur yang menyelidiki kualitas layanan kesehatan dan masalah terkait seperti ketidakpuasan pasien karena waktu tunggu yang lama terutama dalam pelayanan resep pada pasien di apotek Alodan et al., 2020. Menurut sebuah studi bersama oleh Organisasi Kesehatan Dunia WHO dan Bank Dunia pada tahun 2018, layanan kesehatan berkualitas buruk menghambat kemajuan dalam meningkatkan kesehatan di negara-negara di seluruh dunia World Health Organization et al., 2018. Sebuah studi oleh Mosadeghrad 2013, mengeksplorasi perspektif pemangku kepentingan kesehatan tentang kualitas layanan dalam upaya untuk menetapkan definisi kualitas yang komprehensif yang dapat memenuhi semua harapan pemangku kepentingan dalam sistem perawatan kesehatan. Mengidentifikasi atribut kualitas dapat membantu semua pihak menetapkan dan memelihara program peningkatan kualitas yang berkesinambungan. Pemangku kepentingan meliputi klien, profesional, manajer, pembuat kebijakan, dan pembayar. Setelah tinjauan literatur yang luas, banyak definisi kualitas kesehatan yang berkaitan dengan masing-masing pemangku kepentingan ditemukan. Aspek pemangku kepentingan terkait pelayanan kesehatan adalah pasien pembayar, dimana salah satu aspek penyedia layanan kesehatan seperti apotek harus memberikan layanan terbaik pada pasien. Studi sebelumnya Abdelhadi & Shakoor, 2014 meneliti tentang pelayanan apotek dalam melayani pasien rawat jalan dan rawat inap. Penelitian mereka menerapkan teknik Lean Manufacturing untuk mengevaluasi dan meningkatkan kualitas pelayanan serta mengurangi waktu tunggu di kedua apotek tersebut. Teknik tersebut sebagai alat perbaikan yang meningkatkan efisiensi dan kualitas layanan untuk mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk pemberian layanan dengan membandingkan efisiensi antara dua apotek apotek yang melayani pasien rawat jalan dan rawat inap. Pengumpulan data dilakukan dengan mengamati alur kerja di kedua apotek tersebut selama seminggu. Dalam penelitian, mereka menggunakan alat metrik dalam lean manufacturing yang disebut Takt Time untuk mengukur efisiensi kedua apotek. Hasil penelitian menunjukkan bahwa apotek rawat inap lebih efisien daripada apotek rawat jalan, karena waktu tunggu pengisian resep rata-rata rawat jalan lebih baik daripada aspotek yang melayani resep rawat jalan Abdelhadi & Shakoor, 2014. Layanan apotek sebagai bentuk pelayanan kefarmasian merupakan suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi atau obat-obatan, dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di apotek wajib mengikuti standar pelayanan kefarmasian sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 73 Tahun 2016 Permenkes Republik Bioscientist Jurnal Ilmiah Biologi E-ISSN 2654-4571; P-ISSN 2338-5006 Vol. 9, No. 2, December 2021; Page, 659-665 661 Indonesia, 2016, dimana waktu tunggu pelayanan resep merupakan salah satu bagian dari evaluasi mutu pelayanan di apotek, sehingga apotek tentunya harus memperhitungkan lama waktu tunggu pelayanan resep sebagai indikator yang digunakan untuk mengevaluasi mutu pelayanan. Hanya saja, waktu tunggu pasien rawat jalan untuk mendapatkan layanan obat di apotek sampai dengan saat ini masih menjadi masalah Arafeh et al., 2014. Tidak hanya di Indonesia, tetapi juga menjadi masalah di negara luar. Efisiensi waktu tunggu di apotek penyedia resep disebabkan salah satunya oleh antrian pasien yang berkunjung ke apotek Suss et al., 2017. Studi oleh Alodan et al. 2020 yang melakukan survey pada apotek yang menyiapkan obat pada pasien rawat jalan menemukan bahwa Pertama, apotek melayani semua klinik rawat jalan dan rata-rata waktu tunggu pasien antara 90 hingga 120 menit. Kedua, resep ditulis secara manual oleh dokter yang mungkin akan menyulitkan apoteker. Jumlah obat yang diresepkan antara 1500 hingga 1800 per hari. Ketiga, ukuran dan tata letak apotek tidak berkontribusi pada jumlah resep yang disiapkan dan jumlah pasien. Akhirnya, seluruh gudang farmasi didedikasikan untuk resep yang tidak diklaim Alodan et al., 2020. Di Indonesia, standar waktu tunggu yang ditentukan di dalam Permenkes melalui Standar Pelayanan Minimal yaitu, pelayanan resep obat non racikan adalah ≤ 30 menit dan obat racikan adalah ≤ 60 menit. Sistem yang lebih efisien dapat dibangun hanya jika telah dilakukan evaluasi waktu tunggu pada apotek-apotek yang menyediakan resep obat bagi pasien. Berdasarkan uraian tersebut maka perlu dilakukan evaluasi waktu tunggu pelayanan resep di apotek untuk mencapai kepuasan pasien terhadap pelayanan obat di Apotek. Dalam studi ini, apotek Angkasa Farma menjadi subjek evaluasi. METODE Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain observasional menggunakan analisis deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu penelitian yang berusaha mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena atau hubungan antar fenomena yang diteliti secara sistematis, faktual dan akurat. Metode ini sering dianjurkan untuk penelitian sosial sains Figueira et al., 2021. Variabel yang dianalisa pada penelitian ini adalah lama waktu tunggu pelayanan resep yang diberikan apotek Angkasa Farma kepada pasien. Populasi dalam penelitian ini adalah semua resep dari dokter praktek yang ada di apotek, sedangkan sampel yang digunakan diambil menggunakan teknik accidental sampling. Ini merupakan suatu teknik penentuan sampel dengan mengambil responden yang kebetulan ada atau tersedia di suatu tempat sesuai dengan konteks penelitian. Pada penelitian kesehatan, teknik accidental sampling sangat populer digunakan terutama ketika melakukan survey, atau observasi pada layanan dan kepuasan Loureiro & Charepe, 2021. Data lama waktu tunggu yang diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif dan dibandingkan dengan standar pelayanan minimal waktu tunggu, ini untuk dua jenis obat obat jadi dan obat racikan. Data yang diperoleh kemudian disajikan dalam bentuk tabel. Evaluasi lama waktu tunggu pelayanan obat Bioscientist Jurnal Ilmiah Biologi E-ISSN 2654-4571; P-ISSN 2338-5006 Vol. 9, No. 2, December 2021; Page, 659-665 662 dilakukan dengan menuliskan waktu saat pasien menyerahkan resep hingga pasien menerima obat. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada pelayanan farmasi, waktu tunggu adalah waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu proses pelayanan mulai dari penerimaan resep sampai penyerahan obat. Pada jam WITA WITA merupakan jam sibuk pada rumah sakit, sehingga pada jam tersebut resep-resep masuk secara bersamaan sehingga terjadi penumpukan resep delay. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti pada bulan Mei 2021di Apotek Angkasa Farma diperoleh data seperti disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Sampel Berdasarkan Klasifikasi Obat. Jumlah resep pada awal bulan Mei 2021 sebanyak 2000 resep yang terdiri dari resep racikan dan non racikan. Berdasarkan perhitungan sampel dengan menggunakan rumus Slovin didapatkan hasil untuk resep racikan sebanyak 100 sampel dan resep non racikan sebanyak 100 sampel. Tabel 2. Rata-rata Waktu Tunggu Resep Racikan dan Non Racikan. Hasil dari evaluasi ini didapatkan bahwa rata-rata waktu tunggu yang diperlukan untuk resep racikan yaitu 41,47 menit dan untuk non racikan 21,29 menit. Selanjutnya, hasil kesesuaian waktu tunggu pelayanan resep dengan Permenkes RI Nomor 129 Tahun 2008 disajikan pada Tabel 3. Dan hasil secara keseluruhan disajikan pada Gambar 1. Tabel 3. Kesesuaian Waktu Tunggu Pelayanan Obat Racikan dan Non Racikan. Berdasarkan kesesuaian waktu tunggu pelayanan obat dalam Permenkes RI Nomor 129 Tahun 2008 untuk obat racikan ≤ 60 menit dan obat non racikan ≤ 30 menit. Berdasarkan evaluasi didapatkan bahwa waktu tunggu pelayanan resep racikan yang sesuai adalah 37 resep dan untuk waktu tunggu pelayanan resep non racikan yang sesuai adalah 95 resep. Bioscientist Jurnal Ilmiah Biologi E-ISSN 2654-4571; P-ISSN 2338-5006 Vol. 9, No. 2, December 2021; Page, 659-665 663 Gambar 1. Hasil Studi Berdasarkan Jumlah Sampel 100 Resep Racikan dan Non Racikan Berdasarkan Parameter Waktu Tunggu dan Kesesuaian. Gambar 1 memperjelas hasil studi ini berdasarkan jumlah sampel 100 resep racikan dan 100 resep non racikan, jumlah resep yang memenuhi standar untuk resep racikan sebanyak 37 resep dan untuk resep non racikan sebanyak 95 resep. Rata-rata waktu tunggu pelayanan resep racikan adalah 41,47 menit dan rata-rata waktu tunggu pelayanan resep non racikan adalah 21,29 menit. Rata-rata waktu tunggu pelayanan resep non racikan sudah memenuhi standar, sedangkan waktu tunggu pelayanan resep racikan belum memenuhi standar Permenkes Nomor 129 Tahun 2008. Apotek Angkasa Farma adalah apotek swasta yang bekerjasama dengan dokter untuk melakukan praktek antara lain praktek dokter umum, praktek dokter spesialis penyakit dalam, dan praktek dokter spesialis kulit dan kelamin. Waktu pelaksanaan praktek dokter di Apotek Angkasa Farma adalah mulai dari jam WITA sampai dengan jam WITA. Tenaga Kefarmasian yang bertugas melayani resep di Apotek Angkasa Farma berjumlah hanya 2 orang, sedangkan pada saat praktek dokter dimulai resep mulai masuk ke apotek dalam waktu yang bersamaan sehingga pada jam tersebut sering terjadi penumpukan resep baik itu resep racikan maupun resep non racikan. Berdasarkan hasil penelitian seperti yang tertera pada Tabel 3 diperoleh bahwa, sebanyak 63% waktu tunggu pelayanan resep racikan tidak sesuai standar dan 95% waktu tunggu pelayanan resep non racikan sesuai standar. Hasil serupa nampaknya ditemukan juga pada apotek yang dikelola rumah sakit umum daerah, semisal pada RSUD Bhakti Dharma Husada, laporan farmasi pada tahun 2016 menunjukkan waktu tunggu pelayanan resep apotek belum mencapai standar pelayanan minimal SPM, yaitu untuk resep non racikan sebanyak 49% dan resep racikan sebanyak 47,1% Margiluruswati, 2017. Sebagai pembanding, studi oleh Reslina et al. 2021 melaporkan hasil studi serupa di Instalasi Farmasi RSUP Dr. M. Djamil Padang. Sampel sebanyak 349 resep 320 resep jadi dan 29 racikan diambil Bioscientist Jurnal Ilmiah Biologi E-ISSN 2654-4571; P-ISSN 2338-5006 Vol. 9, No. 2, December 2021; Page, 659-665 664 selama kurun waktu 1 bulan. Hasil menunjukkan waktu tunggu pelayanan resep jadi rata-rata mencapai 36 menit 23 detik ini tidak sesuai standar, seharusnya ≤ 30 menit, sedangkan waktu tunggu pelayanan resep racik dengan rata-rata mencapai 1 jam 9 menit 48 detik ini tidak sesuai standar, seharusnya ≤ 60 menit Reslina et al., 2021. Waktu tunggu pelayanan resep racikan yang tidak sesuai standar di Apotek Angkasa Farma dapat terjadi karena kurangnya jumlah tenaga kefarmasian saat melayani resep yang masuk ke apotek dan menumpuknya resep di waktu yang bersamaan. Pada pelayanan farmasi, waktu tunggu adalah waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu proses pelayanan mulai dari penerimaan resep sampai penyerahan obat. Pada jam WITA WITA merupakan jam sibuk pada rumah sakit, sehingga pada jam tersebut resep-resep masuk secara bersamaan sehingga terjadi penumpukan resep delay. Pada proses dispensing, terdapat fase pengambilan obat, peracikan, penulisan e-tiket, dan pengecekan. Fase-fase tersebut harus dilakukan oleh orang yang berbeda-beda supaya tenaga teknis kefarmasian mampu berkonsentrasi pada bagiannya masing-masing serta menghindari terjadinya kesalahan. Pemberian e-tiket dilakukan dengan tulis tangan yang kemungkinan memakan waktu yang lama apabila dalam 1 resep terdapat banyak obat dan petugas yang menuliskan e-tiket hanya1 orang, sehingga hal tersebut juga dapat menjadi faktor lamanya waktu tunggu pelayanan resep. SIMPULAN Hasil studi berdasarkan jumlah sampel 100 resep racikan dan 100 resep non racikan adalah jumlah resep yang memenuhi standar untuk resep racikan sebanyak 37 resep dan untuk resep non racikan sebanyak 95 resep. Rata-rata waktu tunggu pelayanan resep racikan adalah 41,47 menit dan rata-rata waktu tunggu pelayanan resep non racikan adalah 21,29 menit. Rata-rata waktu tunggu pelayanan resep non racikan sudah memenuhi standar, sedangkan waktu tunggu pelayanan resep racikan belum memenuhi standar Permenkes Nomor 129 Tahun 2008. SARAN Studi selanjutnya penting untuk melakukan eksplorasi dan menemukan metode terbaik untuk mengatasi masalah pelayanan kesehatan dalam konteks waktu tunggu pasien rawat jalan untuk mendapatkan layanan obat di apotek, setidaknya agar sesuai dengan standar pelayanan kesehatan yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah berkontribusi dalam pelaksanaan penelitian ini, terutama tim riset, dan pihak apotek Angkasa Farma yang telah bersedia sebagai subjek evaluasi. Bioscientist Jurnal Ilmiah Biologi E-ISSN 2654-4571; P-ISSN 2338-5006 Vol. 9, No. 2, December 2021; Page, 659-665 665 DAFTAR RUJUKAN Abdelhadi, A., and Shakoor, M. 2014. Studying the Efficiency of Inpatient and Outpatient Pharmacies Using Lean Manufacturing. Leadership in Health Services, 273, 255-267. Alodan, A., Alalshaikh, G., Alqasabi, H., Alomran, S., Abdelhadi, A., and Alkhayyal, B. 2020. Studying the Efficiency of Waiting Time in Outpatient Pharmacy. MethodsX, 7, 100913. Arafeh, M., Barghash, Sallam, E., and Al-Samhouri, A. 2014. Six Sigma Applied to Reduce Patients’ Waiting Time in A Cancer Pharmacy. International Journal of Six Sigma and Competitive Advantage, 82, 105-124. Figueira, Figueira, Corradi-Perini, C., Martínez-Rodríguez, A., Figueira, da Silva, and Dantas, 2021. A Descriptive Analytical Study on Physical Activity and Quality of Life in Sustainable Aging. Sustainability, 1311, 5968. Loureiro, F., and Charepe, Z. 2021. Satisfaction with Nursing Care Influence of Sociodemographic Factors on A Sample of Hospitalised Children. Annals of Medicine, 53sup1, S10-S11. Margiluruswati, P. 2017. Analisis Ketepatan Waktu Tunggu Pelayanan Resep Pasien JKN dengan Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. Jurnal Manajemen Kesehatan Yayasan RS. Dr. Soetomo, 32, 238. Mosadeghrad, A. 2013. Healthcare Service Quality Towards A Broad Definition. International Journal of Health Care Quality Assurance, 263, 203-219. Permenkes Republik Indonesia. 2016. Permenkes No. 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek [JDIH BPK RI]. Reslina, I., Pameswari, P., dan Nisa, 2021. Analisis Kualitatif Waktu Tunggu Pelayanan Resep pada Pasien BPJS di Instalasi Farmasi RSUP DR. M. Djamil Padang. Journal Academi Pharmacy Prayoga, 61, 20-28. Suss, S., Bhuiyan, N., Demirli, K., and Batist, G. 2017. Toward Implementing Patient Flow in a Cancer Treatment Center to Reduce Patient Waiting Time and Improve Efficiency. Journal of Oncology Practice, 136, e530-e537. World Health Organization, Development, O. for and Development, for R. 2018. Delivering Quality Health Services A Global Imperative for Universal Health Coverage. World Health Organization. ... Hal ini menunjukkan bahwa jumlah resep obat non racikan yang Waktu Tunggu Pelayanan Resep pada Pasien Rawat Jalan... pasien menyerahkan resep pada petugas kefarmasian sampai dengan pasien menerima obat yaitu tenggang waktu ≤30 menit untuk resep non racikan dan ≤60 menit untuk resep racikan. Hasil penelitian ini telah sesuai dengan Permenkes RI No. 72 Tahun 2016 sehingga memberikan dampak positif kepada yang mengeluhkan mutu pelayanan obat kemungkinan salah satu diantaranya akibat sarana penunjang yang belum memadaiYuliana et al., 2021. Pelayanan resep non racikan yang sering didahulukan daripada resep racikan terkadang juga menimbulkan lamanya pelayanan resep. ...Lina Apriani Herni SetyawatiPuspita Raras AninditaAnugraheny Ayu PramitaWaktu tunggu pelayanan resep obat adalah tenggang waktu mulai pasien menyerahkan resep sampai dengan menerima obat dengan standar minimal yang ditetapkan Kementerian Kesehatan adalah .05, age rs=– p > .05 or scheduled/unscheduled admissions t=– p > .05 and the score attributed by children. Discussion and conclusions In this sample, school-aged children are satisfied with nursing care provided during hospitalisation. Sociodemographic factors seem to have effect on overall satisfaction in previous studies with better scores of satisfaction in older patients [4 Murante AM, Seghieri C, Brown A, et al. How do hospitalization experience and institutional characteristics influence inpatient satisfaction? A multilevel approach. Int J Health Plan Manage. 2014;293e247–e260.[Crossref], [PubMed], [Web of Science ] , [Google Scholar]], male patients [4 Murante AM, Seghieri C, Brown A, et al. How do hospitalization experience and institutional characteristics influence inpatient satisfaction? A multilevel approach. Int J Health Plan Manage. 2014;293e247–e260.[Crossref], [PubMed], [Web of Science ] , [Google Scholar],5 Foss C. Gender bias in nursing care? Gender-related differences in patient satisfaction with the quality of nursing care. Scand J Caring Sci. 2002;16119–26.[Crossref], [PubMed], [Web of Science ] , [Google Scholar]] and unscheduled admissions [6 Pelander T, Leino-Kilpi H, Katajisto J. Quality of pediatric nursing care in Finland children's perspective. J Nurs Care Qual. 2007;222185–194.[Crossref], [PubMed], [Web of Science ] , [Google Scholar]]. Nevertheless, this was not verified in our sample. We suggest that further studies should be developed with larger samples and different group activity PA improves the quality of life QOL of older people, increasing overall health and well-being and enabling them to take control over their own lives, and is highly correlated with sustainable aging. Objective To relate the practice of PA with QOL for sustainable aging. Method The sample of this cross-sectional inquiry analytical observational ex post facto research was composed of 690 community-dwelling older people of both genders, non-selected volunteers, living in Brazil, present at a road run in Rio de Janeiro, from 30 October 2019 to 12 March 2020, that answered an instrument starting with profile questions, followed by selected questions on QOL from world health organization quality of life for old age WHOQOL-Old and on PA from Baecke-Old. Results The mean age bracket was 65–69 years, female. This sample was characterized as active 84%, having university level education 75%, fitting the concept of a high level of QOL ± QOL was distributed as 562 at 70–100%; 123 at 41–69%; 5 at 32–40%. Between active and sedentary lifestyle and QOL, the sedentary lifestyle presented a lower QOL score while the active QOL score was highest, with a correspondence with p < DF = 2, with certainty and Pearson’s chi-square test critical value = Conclusion The sample of older people characterized by high QOL and PA with a university level education suggests the triangulation between advanced education, PA and QOL. The QOL of the older people with high scores was associated with the practice of PA, and low scores were associated with a sedentary lifestyle; this conclusion can be applied to sustainable aging of general AlodanGhada AlalshaikhHadeel AlqasabiBandar A. AlkhayyalIn general, the pharmacy is the last department to be visited for outpatient in the hospitals, and therefore its efficiency is directly linked to patients’ satisfactions and more important the reputation of the entire hospital. The study here is based on Medical City that is located in Riyadh, Saudi Arabia. It serves patients from all over Saudi Arabia. The aim of the study is to improve the efficiency of waiting time of outpatient pharmacy based on the problems that have been observed using management quality tools and techniques. After analyzing the data for the current situation, then trying to propose changes for improvement in system efficiency. Results showed that by proposing automated waiting system with automated prescriptions, patient categorization, reduce the unclaimed prescriptions, and modify the pharmacy's layout. All of that will help in reducing the waiting time as well as increasing the patients' satisfaction which will lead to improve the pharmacy's efficiency. From reviewing the literature, it concludes that applying management quality tools and techniques will tremendously improve the quality of services in healthcare systems. The statistical analysis presented shows some outliers points when serving patients which were studied and recommendations were proposed. This is new approach to enhance the quality of healthcare management and leads to increase in the efficiency of the outpatient MargiluruswatiABSTRAKPada laporan tahunan Farmasi RSUD Bhakti Dharma Husada tahun 2016 terdapat waktu tunggu pelayanan resep yang belum mencapai standar pelayanan minimal SPM, yaitu untuk resep non racikan sebanyak 49% dan resep racikan sebanyak 47,1%. Hal tersebut belum sesuai dengan dalam Kepmenkes Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. Maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis ketepatan waktu tunggu pelayanan resep pasien JKN dengan standar pelayanan minimalrumah sakit. Penelitian ini menggunakan metode Non Probability Accidental Sampling terhadap resep pasien rawat jalan Jaminan Kesehatan Nasional JKN di UPF Rawat Jalan RSUD Bhakti Dharma Husada. Waktu penelitian dilakukan dengan jumlah sampel 100 resep dengan 82 resep non racikan dan 18 resep racikan. Penelitian dilakukan dengan pengamatan langsung dan penghitungan lama waktu tunggu pelayanan resep non racikan dan dari penelitian ini yaitu waktu lama tunggu pelayanan resep non racikan mempunyai presentase 0% sesuai standar dan obat dengan presentase 67% sesuai dengan Sigma process improvement methodology has been applied to reduce patients' waiting time in an outpatient pharmacy located in a cancer treatment hospital. Data concerning patients' satisfaction has been collected and analysed. Discrete event simulation DES model and design of experiments are utilised as a decision support tool to optimise staffing requirements. Throughout the different project phases, various improvement opportunities have been proposed to reduce patients waiting time. Sensitivity analysis was also performed to test the robustness of the processes against possible changes in the availability of staff in the pharmacy. As a result of implementing Six Sigma methodology, patients' waiting time are reduced by 50%. Ali Mohammad MosadeghradThe main purpose of this study is to define healthcare quality to encompass healthcare stakeholder needs and expectations because healthcare quality has varying definitions for clients, professionals, managers, policy makers and payers. This study represents an exploratory effort to understand healthcare quality in an Iranian context. In-depth individual and focus group interviews were conducted with key healthcare stakeholders. Quality healthcare is defined as "consistently delighting the patient by providing efficacious, effective and efficient healthcare services according to the latest clinical guidelines and standards, which meet the patient's needs and satisfies providers". Healthcare quality definitions common to all stakeholders involve offering effective care that contributes to the patient well-being and satisfaction. This study helps us to understand quality healthcare, highlighting its complex nature, which has direct implications for healthcare providers who are encouraged to regularly monitor healthcare quality using the attributes identified in this study. Accordingly, they can initiate continuous quality improvement programmes to maintain high patient-satisfaction levels. This is the first time a comprehensive healthcare quality definition has been developed using various healthcare stakeholder perceptions and cancer treatment centers can be considered as complex systems in which several types of medical professionals and administrative staff must coordinate their work to achieve the overall goals of providing quality patient care within budgetary constraints. In this article, we use analytical methods that have been successfully employed for other complex systems to show how a clinic can simultaneously reduce patient waiting times and non-value added staff work in a process that has a series of steps, more than one of which involves a scarce resource. The article describes the system model and the key elements in the operation that lead to staff rework and patient queuing. We propose solutions to the problems and provide a framework to evaluate clinic performance. At the time of this report, the proposals are in the process of implementation at a cancer treatment clinic in a major metropolitan hospital in Montreal, Abdelhadi Mwafak ShakoorPurpose – The purpose of this paper is to present a new approach to measure the service quality provided by a public health-care service provider using the lean manufacturing concept. The research shows that the adoption of lean manufacturing principles and methodologies may be used as a measure for efficiency. The relative efficiency measure concept is introduced. Design/methodology/approach – The inpatient and outpatient pharmacies providing medicines to the public at a large regional hospital in the southern part of the Kingdom of Saudi Arabia were the focus of this study. The lean manufacturing concept is used as a method to improve the service quality and reduce the time needed to deliver the medicine by comparing the efficiency between these two pharmacies based on a metric used in lean manufacturing called takt time. A team was formed to study the current situation, and recommendations based on lean manufacturing were suggested for implementations. Findings – The research shows that the adoption of lean manufacturing principles and methodologies may be used as an efficiency measure to compare between different departments working under the same managerial system. Originality/value – The results presented in this paper are reliable, objective and may be generalized for measuring the relative performance efficiency between several departments providing the same type of No. 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di ApotekPermenkes Republik IndonesiaPermenkes Republik Indonesia. 2016. Permenkes No. 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek [JDIH BPK RI].I ReslinaP PameswariR A Dan NisaReslina, I., Pameswari, P., dan Nisa, 2021. Analisis Kualitatif Waktu Tunggu Pelayanan Resep pada Pasien BPJS di Instalasi Farmasi RSUP DR. M. Djamil Padang. Journal Academi Pharmacy Prayoga, 61, 20-28.
ruang tunggu rumah sakit umum